BAB I
Latar Belakang
Menurut
pandangan umum manusia disebut sebagai makhluk social yang mana berarti bahwa
setiap manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan dari orang
lain sehingga dibutuhkan suatu tindakan interaksi dengan manusia yang lain
dalam bentuk hubungan timbal balik sehingga suatu bentuk kehidupan akan
berjalan dengan baik.
Sedangkan menurut pandangan islam, hubungan antar sesama makhluk disebut hablum minan naas, oleh karena membutuhkan bantuan orang lain maka dibutuhkan suatu tindakan yang disebut muammalah, karena muammalah terbagi menjadi beberapa macam, maka makalah ini menghususkan pada bab syirkah atau perkongsian, dikarenakan banyak sekali praktek perkongsian disekitar kita sehingga perlu untuk dipelajari. Rumusan masalah
Tujuan
BAB
II
Pembahasan
A.
Pengertian
Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal
dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il
mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata
dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm.
765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah.
Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba‘ah,
3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis),
syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani,
1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad
antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha
dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani, 1990: 146).
B. Pensyari’atan Syirkah
Allah
swt berfirman:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih; dan amat
sedikitlah mereka ini.” (QS Shaad: 24).
“Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu.” (QS An-Nisaa':
12)
Dari Saib ra bahwa ia berkata kepada Nabi saw, “Engkau pernah
menjadi kongsiku pada (zaman) jahiliyah, (ketika itu) engkau adalah kongsiku
yang paling baik. Engkau tidak menyelisihku, dan tidak berbantah-bantahan
denganku.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1853 dan Ibnu Majah II: 768 no:
2287).
C.
Syirkah syar’iyah (bentuk
kongsi yang disyaratkan)
Dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar
III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani rahimahullah menulis sebagai berikut,
“(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di
antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan
modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk
mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka mendapat
keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah
tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi
rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu boleh
dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang lain lebih
besar jumlahnya. Dalam kacamata syari’at, hal seperti ini tidak mengapa,
karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan atas ridha sama ridha,
toleransi dan lapang dada.”
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz
Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih
Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul
Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 687 - 689.
|
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil
Hadis Nabi saw. berupataqrîr (pengakuan) beliau
terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada
saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah
dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Allah ‘Azza wa Jalla
telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama
salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat,
Aku keluar dari keduanya. (HR
Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga)
yaitu: (1) akad (ijab-kabul), disebut juga shighat; (2) dua pihak
yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah)
melakukan tasharruf (pengelolaan harta); (3) obyek akad (mahal), disebut
juga ma‘qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl)
(Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13).
Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu: (1)
obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan
melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli; (2) obyek akadnya dapat
diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di
antara para syarîk (mitra usaha) (An-Nabhani, 1990: 146).
E.
Macam-Macam
Syirkah
Menurut
An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan
dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam
Islam: yaitu: (1) syirkahinân; (2) syirkahabdan; (3) syirkahmudhârabah;
(4) syirkahwujûh; dan (5) syirkahmufâwadhah (An-Nabhani, 1990:
148). An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah
yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi syarat-syaratnya.Pandangan
ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan Zaidiyah.
Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat
macam, yaitu: syirkah inân, abdan, mudhârabah, dan wujûh. Menurut
ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan
mudhârabah. Menurut ulama Syafiiyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah
hanya syirkah inân dan mudhârabah (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh
al-Islâmî wa Adillatuhu, 4/795).
1.
Syirkah Inân
Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl).Syirkah
ini hukumnya boleh berdasarkan dalil As-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani,
1990: 148). Contoh syirkah
inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat
menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan
rumah.Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan
keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini,
disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh),
misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali
jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk)
berdasarkan porsi modal.Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka
masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.Diriwayatkan oleh Abdur Razaq
dalam kitab Al-Jâmi‘, bahwa Ali bin Abi Thalib ra.pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya
modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak
yang bersyirkah). (An-Nabhani, 1990: 151.)
2. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya
memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran
(seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun
kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu,
nelayan, dan sebagainya). (An-Nabhani, 1990: 150).Syirkah ini
disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath,
1982: 35). Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat
melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan
dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A
mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Dalam syirkah ini tidak
disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi.Jadi,
boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang
batu.Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan
halal.(An-Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya,
beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan
kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak
sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan
dalil As-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151).Ibnu Mas‘ud ra.pernah berkata (yang artinya), “Aku pernah berserikat
dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang
pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara
aku dan Ammar tidak membawa apa pun.”(HR Abu Dawud
dan al-Atsram).
Hal itu diketahui Rasulullah saw. dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau. (An-Nabhani, 1990: 151).
3. Syirkah Mudhârabah
Syirkah
mudhârabah adalah syirkah antara
dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja
(‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl).
(An-Nabhani, 1990: 152).Istilah mudhârabah dipakai
oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.(Al-Jaziri,
1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Contoh: A sebagai pemodal (shâhib
al-mâl/ rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang
bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha
perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
Ada dua bentuk lain
sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya,
A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal,
sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi
modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja.Kedua bentuk syirkah ini masih
tergolong syirkah mudhârabah (An-Nabhani, 1990: 152).
Hukum syirkah mudhârabah
adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil As-Sunnah (taqrîr Nabi
saw.) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/’âmil).
Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf.Namun
demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia
dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan
kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku
hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung
kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan
kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola
turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau
karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.(Al-Khayyath, Asy-Syarîkât
fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).
4. Syirkah Wujûh
Syirkah wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât
fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49).Disebut syirkah wujûh karena
didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di
tengah masyarakat.Syirkah
wujûh adalah syirkah
antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama
memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C)
yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah
semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga
berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya.(An-Nabhani,
1990: 154).
Bentuk kedua syirkah wujûh
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang
yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada
keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak.(An-Nabhani, 1990:
154). Misal: A dan B
adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh,
dengan cara membeli barang dari seorang pedagang
(misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing
memiliki 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang tersebut dan
keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C
(pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua
ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase
barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing
mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan
berdasarkan kesepakatan.Syirkah
wujûh kedua ini hakikatnya
termasuk dalam syirkah ‘abdan
(An-Nabhani, 1990: 154).
Hukum kedua bentuk syirkah
di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah
mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah mudhârabah
dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam
(An-Nabhani, 1990: 154).
Namun demikian, An-Nabhani
mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam syirkah wujûh
adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata
ketokohan di masyarakat.Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan
seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal
tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.Sebaliknya, sah syirkah
wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para
pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah)
yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.(An-Nabhani,
1990: 155-156).
5. Syirkah Mufâwadhah
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih
yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan,
mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25).Syirkah
mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh.Sebab,
setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula
ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.(An-Nabhani, 1990: 156).
Keuntungan yang diperoleh dibagi
sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis
syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa
syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah
mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase
barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkahwujûh).
Contoh: A adalah pemodal,
berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya
sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B
dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara
kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang
ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing
ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A
memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah
mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B
dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan
konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah
inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas
dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh
antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkahmufâwadhah.
F.
Sifat akad perkongsian dan kewenangan
1.
Hukum kepastian (luzum) syirkah
Kebanyakan
ulama fiqih berpendapat bahwa akad syirkah dibolehkan, tetapi tidak lazim.Oleh
karena itu, salah seorang yang bersekutu dibolhkan membatalakan akad atas
sepengetahuan rekannya untuk menghindari kemadlaratan.
2.
Kewenangan syarik (yang berserikat)
Para
ahli fiqih sepakat bahwa kewenangan syarik perkongsian adalah amanah, seperti
dalam titipan, karena memegang atau menyerahkan harta atas izin rekannya.
G.
Hal yang membatalkan syirkah
1. Pembatalan syirkah secara
umumpembatalan dari salah seorang yang bersekutumeninggalnya salah seorang
syariksalah seorang syarik murtad atau membelot ketika peranggila
2. Pembatalan syirkah secara khususharta syirkah
rusak (syirkah amwal)
tidak ada kesamaan modal (syirkah mufawidhah)
tidak ada kesamaan modal (syirkah mufawidhah)
BAB III
Kesimpulan
Syirkah adalah suatu perjanjian antara dua orang /
lebih yang menghendaki tetapnya kerjasama dalam suatu usaha atau
perdagangan.Secara garis besar perkongsian terbagi menjadi dua yaitu amlak
(perkongsian ikhtiar dan ijbar) dan uqud yang terbagi menjadi beberapa macam
menurut ulama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ulama fiqih sepakat bahwa perkongsian ‘Inan
dibolehkan sedangkan bentuk-bentuk lainnya masih diperselisihkan.Ulama
syafi’iyah, zahiriyah, dan imamiyah menganggap semua bentuk perkongsian selain
I’nan dan mudharabah adalah batal
Ulama hanabilah membolehkan semua bentuk
perkongsian sebagaimana yang disebutkan ulama hanafiyah diatas, kecuali
perkongsian wujuh dan mufawidhah.
Ulamal hanafiyah dan zaidiyah membolehkan semua bentuk perkongsian
yang enam apabila sesuai dengan syarat-syaratnya
Refrensi
Kejayaan Islam
Terhadap Teori Ekonomi
Banyak
sekali teori teori ekonomi modern yang sekarang berkembang diseantero dunia dan
dipelajari oleh bangsa-bangsa merupakan pencurian dari teori-teori yang ditulis
oleh para ekonom Muslim pada zaman kejayaan Islam yaitu kejayaan Islam pada
masa Daulat Umayyah dan Daulat Bani Abbasiyah.Hal ini tidak dapat dipungkiri,
sebab para ekonom Barat yang melakukan jiplakan terhadap teori ekonomi Islam
mereka tak menyebut sumber-sumber yang berasal dari kitab-kitab klasik Islam.
Sewaktu
negara-negara Muslim dijajah ditindas beratus tahun lamanya oleh penjajah Barat
hingga keadaan perekonomian orang-orang Muslim jauh tertinggal, para pemikir
Islam yang mendapat pendidikan Barat mulai terkesima akan kemajuan ekonomi
Barat. Akibatnya mereka menjadikan Negara Barat sehagai sumber teori-teori
ekonomi yang mereka anggap andal.' Mereka tidak mempunyai akses terhadap buku
klasik Islam yang sebenarnya menjadi sumber rujukan bagi ekonomi Barat yang
mereka kagumi, walaupun para ekonom Barat
tersebut tidak pernah mau mengakui proses pencurian dan memboyongnya ke
negerinya tersebut,
Kemajuan
Eropah (biasa disebut dengan Barat) memang bersumber dari khazanah ilmu
pengetahuan dan metode barpikir Islam yang rasional.Diantara saluran masuknya
peradabaiv Islam ke Barat itu adalah Perang Salib, Sicilia, dan yang terpenting
adalah Spanyol menjadi Islam.Eropah yang datang belajar kesana, kemudian
menerjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam.Hal ini dimulai sejak abad ke 12 M.
Setelah mereka pulang kenegerinya masing-masing, mereka mendirikan universitas
dengan meniru pola Islam dan mengajarkan ilmu ilmu yang dipelajari di
universitas-universitas Islam itu.Dalam perkembangan berikutnya, keadaan ini
melahirkan renaissance, reformasi, dan rasionalisme di Barat.
Sebaliknya
para pemikir Muslim yang mendapat pendidikan di pesantren tradisional yang
mempunyai akses terhadap buku-buku klasik Islam (kitab Kuning orang Jawa
menyebutnya) yang merupakan sumber pencurian para ekonom Barat, tidak menguasai
metodologi ilmu ekonomi, sehingga mereka kurang dapat menghargai pemikiran
cemerlang yang ada pada kitab kitab klasik tersebut sebagai suatu ilmu di
dunia Barat sangat dikedepankan.
Kelompok
ketiga para pemikir Muslim adalah mereka yang mendapat pendidikan Barat namun
mempunyai minat (Ghirah) Islam
yang tinggi, sehingga mereka menolak teori-teori ekonomi Barat yang dianggap
"Tidak Islami", tanpa mereka menyadari bahwa banyak dari teori-teori
ekonomi Barat tersebut sebenarnya merupakan hasil pencurian dari kitab-kitab
klasik Islam. Akibatnya, secara tidak sadar mereka menolak pemikiran ekonomi
Islam itu sendiri.Mereka cenderung memposisikan diri untuk menolak seluruh yang
datang dari para ekonom Barat.
Peranan Ekonomi Islam Dalam Teori Ekonomi Modern
Seorang
sarjana Eropah bernama Josep Schumpeter mengatakan bahwa adanya jurang pemisah
yang besar dalam sejarah pemikiran ekonomi selama kurang lebih lima ratus tahun
yang lalu, yaitu masa yang dikenal sebagai masa kegelapan. Masa kegelapan
kebodohan dan keterbelakangan Eropah tersebut sebenarnya adalah masa
kegemilangan dan kejayaan Islam,yaitu pada masa Daulat Bani Umayyah dan Daulat
Bani Abasiyah, Islam berkembang pesat sampai ke Spanyol oleh tokohnya yang
terkenal Tariq bin Siyad. Suatu hal yang mereka sembunyikan oleh Eropah sebab
pemikiran-pemikiran ekonomi Islam pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri
oleh para ahli ekonomi Barat dan diboyong ke negaranya ditelaah dan
dikembangkannya.
Para
ahli ekonomi Muslim sendiri mengakui banyak membaca dan dipengaruhi oleh
tulisan tokoh Yunani: Aristoteles sebagai filosuf yang banyak menulis masalah
masalah ekonomi, namun tetap memegang teguh kepada al Qur'an dan al Hadits
Rasulullah Saw sebagai sumber (rujukan) yang utama mereka dalam menulis
teori-teori ekonomi yang Islam.
Schumpeter
menyebutkan dua kontribusi ekonom Scholastic, yaitu penemu kembali
tulisan-tulisan Aristoteles dan Towering Achievement St Thomas Aquinas.
Schumpeter hanya menufiskan tiga baris dalam catatan kakinya nama Ibnu Rusyd
dalam kaitan proses transmisi pemikiran-pemikiran Aristoteles ke St Thomas
Aquinas.
Pemikiran-pemikiran
St Thomas Aquinas tentang ekonomi sendiri banyak bertentangan dengan
dogma-dogma gereja, sehingga kebanyakan sejarawan menduga bahwa St Thomas
Aquinas mencuri ide-ide tersebut dari ekonom ekonom Islam.
Proses
pencurian ilmu ekonomi Islam oleh dunia Barat mengambil beberapa bentuk, yang
antara lain dapat digambarkan sebagai berikut. Dalam abad ke 11 dan ke 12, sejumlah pemikir Barat seperti
Constantine the African, Adelard of Bath sengaja melakukan perjalanan ke Timur
Tengah, belajar bahasa Arab, dan melakukan penggalian serta membawa ilmuilmu
baru (Islam) ke Eropah. Misalnya, Leonardo Fibonacci belajar di Bougie,
Aljazair pada abad ke 12, belajar
aritmatika dan matematikanya Al- Khawarizmi dan sekembalinya menulis beberapa
buku diantaranya Liber Abaci pada tahun 1202
Belakangan
banyak mahasiswa dari Italia, Spanyol, dan Prancis Selatan yang belajar di
Pusat Perkuliah Islam untuk belajar berbagai ilmu antara lain matematika,
filsafat, kedokteran, kosmografi, dan menjadi kandidat guru besar di
universitas-universitas pertama di Barat yang menggunakan pola pengajaran di Pusat
Perkuliah Islam, termasuk kurikulum, serta metodologi pemblajaranya.
Universitas
Naples, Padua, Salerno, Toulouse, Salamaca, Oxford, Montpelleir, dan Paris
adalah beberapa Negara yang meniru Pusat-Pusat Perguruan Islam (Jamiah
Islamiyah) di Timur Tengah. Sepulangnya Raymond Lily tahun 1223 -1315.M yang
telah melakukan perjalanan jauh ke Negara-negara Arab, ia mampu berbahasa Arab,
banyak menulis tentang kekayaan keilmuan Arab, the Council of Vienna di tahun
1311 Masehi dengan bangga mendirikan lima universitas yang mengajarkan bahasa
Arab, hingga banyak yang kemudian menerjemahkan karya ekonom Islam Beberapa
penerjemah karya-karya Islam kedalam bahasa mereka antara lain ialah : Adelard
of Bath, Constantine the African, Michael Scot, Herman the German, Dominic
Gundislavi, John of Seville, Plato of Tivoli, William of Luna, Robert Chester,
Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch, Alferd of Sareshel, Berengar of
Valencia, dan Mathew of Aquasparta.
Beberapa
penerjemah bangsa Yahudi adalah Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher Ibn Tibbon,
Kalanymus ben Kalonumus, Moses ben Solomon of Solon, Shem-Tob ben Isaac of
Tortosa, Solomon ibn Ayyub Todros Todrosi, Zerahiah Gracian, Faraj ben Salim,
Yaqub ben Abbon Marie.
Sedangkan
karya-karya ekonom Islam yang diterjemahkan oleh para ekonom Barat adalah
karya-karya AI Kindi, AI Farabi, Ibnu Sina, Imam AI Ghazali, Ibnu Rusdy, AI
Khawirizmi, Ibnu Haythan, Ibnu Hazn, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, dan Ar
Razi.
Beberapa
lembaga ekonomi yang ditiru oteh Barat dari dunia Islam adalah syirkah (serikat dagang), suftaja (bills of exchange), hawala (letter of credit), funduq (specialized large scale
commercial institutions and markets which developed into virtual stock
axchanges.Funduq untuk
biji-bijian dan tekstil ditiru dari Bagdad, Cordova, dan Damaskus.Dar-ut tiraz
(pabrik yang didirikan dan dijalankan
Negara) didirikan di Spanyol, Sicilia, Palerno.
Mauna (sejenis private bank), yang dikenal di
Barat sebagai Maona, di Tuiscany didirikan untuk membiayai usaha eksploitasi
tambang besi dan perdagangan besi. Beberapa pemikiran ekonom Islam yang dicuri
ekonom Barat tanpa pernah menyebut sumber kutipannya, antara lain Teori Pareto
Optimum diambil dari kitab nahjul Balaghah karya
Imam Ali; Bar Hebraeus, pendeta Syirac Jacobite Church, menjalin beberapa bab
Ihya Ulumuddin karya AI Ghazali Greshan Law dan Oresme
Treatise diambil dari kitab karya Ibnu Taimiyah; Pendeta Gereja Spanyol Ordo
Diminican, Raymond Martini, menyalin banyak bab dari Tahafut al Falasifah, Maqasid ul
Falasifa, Al Munqid, Mishkat ul Anwar, dan Ihya-nya AI Ghazali
Ekonom St Thomas menjalin banyak bab dari Farabi
(St Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Imam Al Ghazali
dari Bar Hebraeus dan Martini ) ; Bahkan bapak
Ekonomi Barat, Adam Smith pada tahun 1776. M, dengan bukunya The Wealth of Nation diduga banyak rriendapat inspirasi dari buku AlAmwaknya Abu Ubaid di
tahun 838 ; M yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis judul bukunya Adam
Smith, The Wealth. Demikianlah yang terjadi pada masa
itu ternyata ilmu-ilmu Islam telah diboyong oleh ekonom Barat demikian
banyaknya.
Daftar
Pustaka
1
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm.
Cetakan IV. Beirut : Darul Ummah.
2
Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan.
Jakarta : Bank Indonesia & Tazkia Institute.
3
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah. Juz
III. Cetakan I. Beirut : Darul Fikr.
4
Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah wa al-Qânûn al-Wâdh‘i. Beirut : Mua’ssasah
ar-Risalah.
5
—————. 1989. Asy-Syarîkât fî Dhaw’ al-Islâm. Cetakan I. T.Tp. :Darus Salam.
6
Az-Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-Fiqh al-Islâmî wa
Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul Fikr.
7
Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. KemitraanUsaha dan Bagi Hasil dalam Hukum
Islam (Partnership and Profit Sharing in Islamic Law). Terjemahan oleh
Fakhriyah Mumtihani. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa.
8
Vogel, Frank E. & Samuel L. Hayes III. 1998. IslamicLaw and Finance:
Religion, Risk and Return. Denhag: Kluwer Law International.
9. Http://khanwar.wordpress.com